Senin, 29 November 2010

juventus dan kebenarannya

Originally Posted by Muhventino
KATA PENGANTAR



[Kepada bapak-ibu ketua sidang, sekretaris, serta penguji, dan pembimbing yang saya hormati, sebelum saya memulai mempresentasikan disertasi saya, izinkan saya untuk terlebih dahulu memberikan pendahuluan sekaligus statement of intent saya tentang penelitian ini...]

Calciopoli mungkin merupakan salah satu bagian yang paling membentuk & menyadarkan saya tentang apa artinya menjadi fans Juventus. Pertama kali saya mendengar tentang masalah ini circa Mei 2006, jelas saya sangat kaget (coming out of nowhere, gitu loh!). Ketika kemudian dalam perkembangannya Juventus semakin dikeroyok di Italia sana, sampai La Triadecepat sekali mengundurkan diri (walaupun waktu itu saya belum tahu apa alasan sebenarnya), dan tahu-tahu saya dapati tim saya bermain di Serie B, saya sempat tidak habis pikir mengapa Moggi & Giraudo tega melakukan ini. I mean, how could you, of all people, do this? Bahkan Trofi Piala Dunia yang diraih Ale dkk., tidak berarti apa-apa buat saya (sejak 2006 itu saya memang sudah tidak peduli lagi dengan Gli Azzurri), sebelum saya tahu apa yang sebenarnya terjadi (?). Arghhh. Ehm..maaf saya terbawa emosi. Tetapi ketika itu saya katakan kepada diri saya sendiri, ‘hey, you know what? I’ll stick to my team, no matter what!’ Pandangan saya ketika itu adalah apabila memang ada rekaman telepon yang menegaskan bahwa Moggi bersalah dan sebuah peradilan (walaupun itu cuma peradilan olahraga) memutuskan bahwa adalah keharusan untuk menghukum Juventus karenanya maka tidak ada yang fans biasa seperti saya bisa lakukan kecuali menerima fakta ini bahwa tim saya curang dan tertangkap basah. Pastinya itu mengganggu saya, tetapi saya harus menerimanya. Yang jelas, Juni-Juli tahun 2006 itu saya tidak membela Moggi atau Juventus karena saya tidak punya alasan untuk itu.

Jadi saya jalani musim 2006/2007 itu sama seperti musim-musim sebelumnya, bahkan mungkin lebih. Tetapi memang ada yang masih menjanggal di hati saya. Apa itu? Waktu itu, saya mencoba masuk ke forum-forum fans Juve Italia atau Internasional, untuk mencoba mencari tahu ini: Ok, let’s say Moggi memang bersalah, tetapi saya mau tahu bersalah dalam hal apa? When, where, how? Saya pikir latar-belakang ini penting untuk diketahui karena menurut saya memulai penelitian, investigasi—atau apapun namanya—di atas sikap apriori seperti, “Pasti biang keladi semua ini adalah Moratti, ...fuck it, jangan-jangan kerusuhan 1998, peristiwa 11 September, invasi Yahudi ke Lebanon-Palestina, resesi ekonomi dunia, dan kenapa HP saya dicopet di KRL tadi malam pekerjaan dia semua,” adalah bukan hanya naif, kekanak-kanakan, tetapi juga yang lebih penting, tidak akan membawa kita kemana-mana (well, kecuali ke halaman registrasi myspace untuk bergabung dengan anak-anak emo di sana). Jadi sekali lagi, ketika itu saya hanya mau tahu, apa sebenarnya kesalahan Moggi—secara mendetail? Jangan harap penjelasan yang kita bisa temui di situs-situs berita olahraga internasional bisa memuaskan dahaga orang-orang yang haus (apalagi media-media olahraga Indonesia yang murahan & dari dulu memang enggak pernah suka Juve)! Tidak ada penjelasan yang benar-benar layak disebut “penjelasan” di sana, kecuali kata-kata, “cheating,” “influencing-fixing match,”“altering results” bisa dianggap sebagai sesuatu yang punya nilai secara hukum (malahan lebih mirip opini fans). Circa + akhir 2007, pencarian saya akhirnya berhenti di salah satu forum fans Juve dalam bahasa Italia, j1897.com (sekarang sudah pindah domain). Semenjak menemukan forum ini, saya akhirnya tahu bahwa Juventus justru lebih tepat dicurangi ketimbang melakukan kecurangan.

Nah, forum j1897.com ini jugalah yang kemudian memperkenalkan saya dengan seseorang yang bernama Giuseppe Solinas (nickname dia di internet “gsol”), seorang fans Juve keturunan dan warga negara Italia yang tinggal di Toronto, Canada. Dia mungkin orang pertama yang membuka borok-borok calciopoli ke khalayak Internasional dengan bahasa Inggris. Ini dimungkinkan bukan saja karena dia fluent dalam bahasa Italia-Inggris, tetapi juga karena dia benar-benar meneliti seluruh sisi masalah ini sampai ke ujung-ujungnya (koneksinya yang luas dengan lawyers, jurnalis, pengamat, hardcore fans juga membantu). Ironisnya, jika di forum-forum fans Juve berbasis Italia penelitian orang-orang seperti Giuseppe ini diapresiasi dan dihargai, di forum-forum fans Juve berbasis bahasa Inggris justru sebaliknya. Setengah atau mungkin mayoritas member menanggapi dengan dingin, bahkan menolak mentah-mentah dan sampai memprovokasi Giuseppe dan member-member yang mengapresiasinya dengan respons-respons kekanak-kanakan (menghina, trolling, dll.). Now, don’t get me wrong. Tidak ada salahnya dengan kritik, bahkan bagus, tetapi ada perbedaan yang sangat jelas antara kritik yang dilandasi pengetahuan atau paling tidak rasa penasaran dengan kritik yang semata-mata dilandasi sikap sok tahu, spekulasi, provokasi, atau kedengkian (“karena ternyata ada seorang newbie di forum kebanggaan kita ini sok ‘mengajari’ kita dengan sesuatu yang memang kita tidak tahu, dan dalam proses itu telah mempermalukan kita sebagai sesepuh-sesepuh forum—yang sekali lagi, memang tidak tahu kecuali sedikit”). Yang jelas, bagaimanapun menjengkelkannya, forum-forum jenis yang kedua ini, melalui kritik-kritiknya yang “terawat” maupun yang “tidak terawat,” banyak membantu saya dalam hal ia menampakkan ke permukaan diskusi-diskusi dan debat-debat menarik (belum termasuk saling tukar-menukar cacian) yang dapat mengangkat sisi-sisi permasalahan yang penting namun (sebelumnya) kurang diperhatikan.

Sampai saat ini, saya terus berusaha menjaga kontak dengan pihak-pihak yang ahli dalam bidang ini (Giuseppe, Giu le Mani dalla Juve, forum-forum Italia, dll.), bertanya apa yang perlu ditanya, atau progress update. Adapun tentang tulisan-tulisan Giuseppe, saya sudah mengumpulkannya dan sampai sekarang materinya sudah berjumlah lebih dari 100 halaman kertas jenis A4 (itupun masih belum selesai). Saya juga mengelola grup farsopoli dalam bahasa Indonesia di Facebook, yang di sana saya sudah menerjemahkan beberapa dari tulisan-tulisan tadi (Calciopoli atau Farsopoli: Apa yang Sebenarnya Terjadi).

Akhir kata, saya juga ingin mengatakan bahwa saya ada di sini bukan hanya dalam rangka menerjemahkan (gratis pula) tulisan-tulisan penelitian penting seputar calciopoli (karena toh saya yakin kalian semua jago-jago bahasa Inggris, kecuali mungkin yang waktu sekolah suka bolos pas pelajaran bahasa Inggris), tapi juga mendiskusikan masalah-masalah pelik di dalamnya, atau kalau memang perlu, menjawab pertanyaan kalau ada yang mumet untuk dimengerti. Tanpa sedikitpun bermaksud untuk sombong, saya telah mendalami masalah ini selama dua tahun terakhir (walaupun disela-sela kesibukan kuliah, skripsi, real life, dll.) dan karena itu saya rasa saya cukup well-informed untuk berbicara dalam topik ini (kalau ini penting untuk diungkapkan, saya bahkan sempat mempertimbangkan untuk mengambilnya sebagai topik skripsi, walaupun tidak jadi). Mudah-mudahan tidak ada yang salah paham, saya tidak pernah merasa paling tahu tentang topik ini, karena itu kalau ada sesuatu yang saya tidak tahu saya akan jujur, atau kalau saya mem-posting pendapat/opini saya/Giuseppe/siapapun, saya akan tegaskan bahwa itu baru opini yang masih harus dibuktikan, terlepas dari masalah inti calciopoli itu sendiri yang sama sekali bukan opini. Sekali lagi, saya membuat ini bukan untuk berkelahi/adu urat dengan orang-orang yang tidak sependapat dengan saya tentang calciopoli. Saya membuat ini untuk memberikan orang-orang kesempatan yang fair untuk mendengar fakta-fakta yang telanjang (tetapi coba ditutup-tutupi) ketimbang apa yang selama ini dicekoki kepada kita semua untuk dipercaya oleh media-media berbasis (kota) Milan yang terlalu memihak. Terakhir sekali untuk forum ini, kalau masih ada yang bertanya, “Lalu, kenapa tidak dari dulu mengungkapkan ini ke khalayak Tanah Air (forum/media/blog komunitas)?”, silahkan lihat lagi curriculum vitae saya di Lounge Perkenalan. Ok, sekarang mari kita sudahi presentasi basa-basi ini. Let’s roll the dice!



Forza Juve!

Muhammad B.S. / Muhventino

Yapp, sblmnya gw dah sedikit meng-explore forum ini untuk mencari apa ada posting sebelumnya ttg farsopoli. Gw temukan ada 3. Satu di History, 2 lainnya di Team Talk. Dari 3 itu ada satu yang memposting 1 buah artikel yang juga gua punya, walaupun dia nggak menerjemahkan ke B. Indo. Tapi sayang, dia nggak mulai dari awal dan ada beberapa inti masalah yang dicampuradukkan (sorry, no offence), ketika dia kasih follow-up/kesimpulan bahwa inti dari calciopoli adalah AC Milan biang keladinya. Yang mana itu salah. Keterlibatan Milan dalam farsopoli lebih defensif ketimbang ofensif (bukan berarti itu justifikasi lho, sama aja salah). Intinya gini, apa yang gue coba share di sini pendekatannya agak beda dengan yang sudah teman-teman lain lakukan di forum ini. Gue coba mengangkat masalah ini dari awal, in-depth, kronologis, panjang-lebar-lagi-membosankan, dan semampu gw juga dialogis, nggak monologis (kalo ada pertanyaan/ kritik silahkan). Karena gw tahu masalah ini mumet bgt, jd nggak segampang itu memahaminya, dll., dll.

Terus tentang masalah "teori", atau "konspirasi." Maaf tapi gue harus meluruskan yah. Calciopoli sama sekali bukan tentang masalah teori, atau konspirasi. Makna sebenarnya dari konspirasi, kalo kita coba lihat ke kamus English grammar, atau tanya orang yang benar-benar ahli dalam bahas Inggris, adalah sesuatu yang belum bisa dibuktikan secara nyata, atau dengan kata lain, baru sekadar spekulasi. Misalnya, UFO, Elvis masih hidup, atau substansi acara2 gosip di TV-TV Indonesia, dll. Nah, manakala spekulasi ini telah bisa dibuktikan kebenarannya secara riil, maka dia nggak lagi menjadi spekulasi/konspirasi, melainkan dia menjadi fakta. Dan itulah calciopoli—bahkan lebih dari itu semua.

Dari sejak awal calciopoli tidak pernah menjadi spekulasi/teori/konspirasi, semua tentang calciopoli adalah FAKTA. Apa dokumen keputusan pengadilan yang menjebloskan Juventus (disitulah ironinya) yang menyatakan bahwa Juventus TIDAK BERSALAH ATAS SELURUH TUNTUTAN YANG DIALAMATKAN KEPADANYA adalah teori? Spekulasi? atau Konspirasi? Karena itulah di Italia, paling tidak di kalangan Juventini & orang-orang yang mau jujur, calciopoli (skandal sepakbola), terutama sejak penelitian2 serius tentang masalah ini keluar, lebih dikenal dengan "FARSO-POLI", artinya, SKANDAL SANDIWARA.

Terus terang gw enggak nyalahin kalian atau siapapun di sini yang selama ini berpikir demikian. Understandable, really.. Kita memang nggak diberi kesempatan sama sekali (oleh media) untuk melihat masalah ini dari sumber aslinya yang valid. Bukan hanya kita Juventini/fans bola Indonesia, tapi juga fans bola Internasional di seluruh dunia, di luar dari Italia. Paling tidak, sebagai contoh, itulah yang gue temui 2 tahun terakhir ini di banyak forum-forum bahasa Inggris. Sampai sekarang—kecuali jumlah yang masih sangat sedikit yang aware tentang masalah ini. Karena itulah, kenapa kita ada di sini sekarang. Yeehaa!

WAKE UP CALL


Kisah ini telah direncanakan selama hampir 10 tahun dan tidak memiliki hubungan apapun dengan sepakbola, melainkan dengan uang, kekuasaan, dan politik. Saya terlibat dalam berbagai aktivitas berkisar tentang Calciopoli dan telah menjadi semacam ahli dalam topik ini. Saya mahir dalam bahasa Italia dan karenanya dapat menelusuri arsip-arsip artikel surat kabar, wawancara, dan buku (ditulis oleh ahli hukum).

Bagaimanapun, bukti paling kuat yang Anda bisa dapatkan ada pada membaca pernyataan-pernyataan dan dakwaan-dakwaan yang dibuat oleh para hakim yang memimpin peradilan dan banding (kasus ini). Kebanyakan fans Juventus dan Anti-Juventus (khususnya yang berada di luar Italia) tidak mengetahui sama sekali bahwa tidak ada secuilpun bukti yang ada yang menghubungkan Moggi dan kawan-kawannya dengan satu saja pertandingan yang diatur. Kebanyakan orang tidak sadar akan deklarasi/pernyataan para hakim bahwa, “tidak ada pertandingan yang diatur dan pemilihan wasit juga legal” Cesare Ruperto, hakim CAF.

Jadi, mengapa dihukum? Sama membingungkannya, mengapa (AC) Milan (hanya) mendapatkan cubitan pada bahu setelah Meani mengancam seorang wasit penjaga garis melalui telepon, “Apabila Milan ada di lapangan biarkan benderamu turun kecuali bola ada di sisi lapangan yang berbeda, kalau tidak kami akan menyembelih kepalamu!” Mengapa seorang investor Inter (Milan) dan eks pegawai Inter dibiarkan untuk mengontrol peradilan ini? Orang ini, Guido Rossi, bukan hanya mennghilangkan bukti yang akan dapat membebaskan Juventus tetapi juga mengabaikan bukti yang dapat mencekal eks majikannya (Inter).

Apakah orang-orang tahu bahwa ada bukti rekaman telepon Udinese dan Milan mengatur sebuah pertandingan (agar berakhir seri, -ed.). Apakah orang-orang tahu bahwa ada bukti rekaman telepon Galliani dan Collina bertemu secara pribadi berjam-jam di restoran Meani? Apakah orang-orang tahu bahwa orang yang sama yang mensponsori sepakbola Italia melalui kepemilikannya terhadap TIM Mobile dapat berhasil menyadap panggilan-panggilan telepon yang pada gilirannya digunakan untuk menghabisi Juventus? Apakah mereka tahu bahwa dia memberikan rekaman-rekaman tersebut kepada partnernya (Moratti) secara ilegal melalui seorang petugas polisi yang mengamankan penyadapan itu dan kemudian memerintahkan agar itu semua dihilangkan atau dimusnahkan untuk menjaga agar tidak ada yang dapat digunakan melawan Inter? Pada akhirnya seorang pegawai keamanan pada Telecom Italia mengakui adanya rekaman-rekaman penyadapan “yang mencurigakan” dan petugas polisi tadi pun melakukan bunuh diri pada 21 Juli 2006 (namanya adalah Adamo Bove). Apakah ada orang yang tahu bahwa rekaman-rekaman penyadapan ketika itu tidak pernah diperdengarkan di dalam pengadilan meskipun tim pembela Juventus memohon untuk itu? Demikian juga ketika Juventus meminta untuk menggunakan bukti video, itu juga ditolak.

Orang-orang berada dalam kegelapan mengenai kasus ini karena adalah nyaman dirasa bagi sebagian orang untuk mempercayai tim mereka kalah karena ada pihak lain yang curang... yang lainnya tidak menyengaja dalam kegelapan karena bukti-bukti yang ada amat sulit untuk dicari dan berat untuk dipahami (kecuali Anda mahir dalam bahasa Italia). Hasilnya, saya telah mempertimbangkan untuk menulis sebuah buku dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kasus ini (sekarang dikenal di Italia sebagai “Farsopoli”—artinya ‘Skandal Sandiwara’). Saya mempertanyakan tingkat dari public interest (maksudnya, ‘apakah orang-orang benar mau menghabiskan waktu untuk mendengarkan ini semua?’, -ed.). Akan memakan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan ini semua dan saya akan benci melakukannya untuk hal yang sia-sia belaka. Untuk saat ini jangan segan untuk bertanya kepada saya apa saja yang kamu inginkan dan saya akan melakukan apa yang bisa saya lakukan untuk menerangi gulita dalam situasi ini. Saya akan sangat senang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda.

Berikut ini adalah beberapa nama dalam posisi-posisi kekuasaan untuk dapat memberikan penggambaran kepada Anda:

- Presiden FIGC (pada waktu itu): Franco Carraro (eks-Presiden Milan dan co-owner dari Lazio/Roma melalui kontrolnya terhadapCapitalia Credit Bank).
- Presiden La Lega Calcio: Adriano Galliani (Wakil Presiden Milan).
- Presiden Asosiasi Wasit Italia (AIA): Tulio Lanese, teman baik dan berafiliasi dengan Silvio Berlusconi, selain juga terkenal sebagai seorang Milanista (dikenali dalam rekaman telepon sebagai Tulio “miLanese”) [sekarang AIA diketuai oleh Marcello Nicchi, sementara Collina menjadi konsultan AIA, -ed.].
- Penunjuk Wasit FIGC: Bergamo dan Pairetto yang merupakan bawahan Carraro, Lanese, dan Galliani sebagaimana dibuktikan oleh rekaman. Setelah itu Collina menduduki posisi ini setelah pertemuan rahasia bersama Galliani.
- Perdana Menteri (ketika itu): Silvio Berlusconi yang mengontrol beberapa stasiun TV, majalah, dan surat kabar, sebagaimana juga mengontrol salah satu dari partai politik Italia terbesar (Forza Italia). Melalui kepemilikan stasiun TV Berlusconi mengontrol seluruh hak siar TV sepakbola/olahraga (yang darinya dia mendapatkan banyak pemasukan) untuk seluruh tim yang berkompetisi di Serie A dan B (ini kemudian digunakan sebagai cara untuk memeras dalam rangka mempertahankan posisi Milan di jatah lolos ke Liga Champions).
- Sponsor Sepakbola Italia: Tronchetti Provera (salah satu pemegang saham terbesar Inter dan sahabat dekat Moratti), yang memiliki Telecom Italia dan anak perusahaannya TIM Mobile, yang bukan hanya menyediakan pemilik Inter Moratti dengan penyadapan telepon tetapi juga mensponsori seluruh kompetisi di Italia (Serie A TIM, Coppa Italia TIM, Supercoppa Italiana TIM). Dia juga pemilikPirelli Tires (sponsor utama Inter) dan juga pemilik LA7 (salah satu stasiun TV Italia terbesar).
- Presiden Federcalcio (Penginvestigasi FIGC): Borelli, rekanan politik Berlusconi dan tertangkap basah melakukan pertemuan rahasia dengan Galliani selama persidangan berlangsung.
- Komisioner Federcalcio: Guido Rossi, salah satu pemilik saham terbesar Inter dan mantan Direktur Inter serta juga duduk dalam jajaran Direksi Utama Telecom Italia.
- Presiden La Gazzetta dello Sport: Carlo Bore, juga merupakan Wakil Presiden Inter.
- Editor dan Redaktur La Gazzetta dello Sport: Verdelli dan Cannavo’, keduanya pemegang saham di Inter.
- Wakil Presiden Federcalcio: Massimo Moratti, pemilik Inter.
- Komisioner Federcalcio saat ini yang sedang menginvestigasi Inter perihal Penggelapan Pembukuan Keuangan: Stefanini, juga merupakan pengacara untuk tim sepakbola La Spezia (yang 40% sahamnya dimiliki oleh Moratti).

Jadi, apakah masih terlihat seperti sebuah “Sistem yang dikontrol oleh Moggi”?

Pada akhirnya (dan percayalah, masih ada banyak lagi ‘kisah’ yang belum dijelaskan) saya ingin menginformasikan kepada Anda tentang apa sebenarnya tuduhan/dakwaan yang ditimpakan kepada Juventus. Tuduhan pengaturan pertandingan berputar pada 3 poros pertandingan. Ini adalah kunci untuk memahami kasus ini dan seluruhnya telah membuktikan betapa konyolnya kasus tersebut.

Pertandingan 1: Lecce-Parma—ya bacaan Anda benar. Pertandingan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan Juventus tetapi pertandingan ini membuat Fiorentina bertahan di Serie A pada 2005. Tuduhannya adalah bahwa “wasit yang dikontrol Moggi,” De Santis mengatur pertandingan karena permintaan Moggi setelah Della Valle (pemilik Fiorentina) meminta kepada Moggi pertolongan. Sebenarnya Moggi tidak tahan (benci) dengan De Santis dan De Santis juga tidak tahan dengan Juventus. De Santis-lah (yang mengaku sebagai Interista) yang menganulir sebuah gol Juventus yang sah pada ajang Supercup Italia yang akhirnya membuat Juve kehilangan trofi tersebut sehingga diserahkan kepada Inter secara salah. Seluruh penyadapan telepon berkaitan dengan pertandingan ini menunjukkan Della Valle mengontak Bergamo (penunjuk wasit) dan Carraro (Presiden FIGC) dan Mazzei (Wakil Presiden FIGC) secara langsung tanpa sama sekali menyebutkan Luciano Moggi.

Pertandingan 2: Juventus-Udinese—pertandingan yang sebenarnya “diatur” adalah Udinese-Bologna pekan sebelumnya. Asumsinya adalah bahwa “wasit yang dikontrol Moggi” memberikan kartu kuning kepada para pemain Udinese yang sebelumnya telah menerima ambang batas kartu kuning sehingga mereka tidak dapat bermain melawan Juventus. Para pemain yang dihadiahi kartu kuning pada hari itu adalah Pinzi dan Di Michele. Padahal sebenarnya keduanya belum menerima kartu kuning sebelumnya dan keduanyapun ada di lapangan melawan Juventus pada pertandingan berikutnya.

Pertandingan 3: Juventus-Sampdoria—di sini tuduhan yang berkembang adalah bahwa “wasit yang dikontrol Moggi” mensahkan sebuah gol yang offside sehingga Juventus dapat melenggang dengan kemenangan 1-0 atas Sampdoria. Pertandingan itu sendiri sebenarnya berakhir 0-1 untuk Sampdoria dengan Aimo Diana mencetak sebuah gol yang offside. Hasil pertandingan tersebut masih bisa diketemukan di espn.com sampai hari ini.

Untuk menutup ini, harus digaris-bawahi bahwa baik Cesare Ruperto (hakim CAF) dan Piero Sandulli (hakim CF/Pengadilan Federal) telah menyatakan bahwa TIDAK ADA aksistensi sistem rekayasa kartu kuning direncanakan (no systems of pre-planned yellow cards existed) dan TIDAK ADA pula pertandingan yang telah diatur (no game was fixed) oleh para wasit. Juga telah ditekankan bahwa pengaturan wasit muncul sepanjang musim secara regular/normal. Atau dalam kata lain musim kompetisi itu sah/legal. Panggilan-panggilan telepon menunjukkan tindakan-tindakan tidak sportif (unsportmanlike conduct) dilakukan oleh SELURUH PIHAK akan tetapi ini adalah pelanggaran terhadap ‘Artikel 1’, yang hanya dapat dihukum dengan satu hingga 3 pengurangan poin serta juga kemungkinan denda.

Pada akhirnya, bunyi dakwaan hukuman CAF menyatakan bahwa “walaupun tidak ada pelanggaran Artikel 6 yang dapat ditemukan di dalam investigasi, kelakukan umum Moggi dan Giraudo (Antonio hanya terdengar pada 3-5 panggilan telepon, kebanyakannya tidak mengandung apapun) telah menciptakan kondisi tidak sportif yang menguntungkan Juventus pada papan klasemen SEBAGAIMANA DIBUKTIKAN OLEH FINISH PERTAMA MEREKA DI DALAM MUSIM KOMPETISI YANG DIPERSOALKAN.” Ini seperti mengatakan bahwa mengemudi adalah bukti bahwa seseorang adalah pencuri mobil. Kesimpulannya, bunyi dakwaan hukuman mencoba untuk meyakinkan kita untuk mempercayai bahwa Juventus meraih sebuah keuntungan yang tidak adil dengan tanpa mengondisikan wasit atau mengatur satu pertandinganpun... Misterius kan?

Jangan ragu untuk bertanya kepada saya pertanyaan apapun. By the way, tidak ada satupun rekaman pembicaraan antara Moggi dan seorang wasit atau penjaga garis dengan satu pengecualian: Paparesta menelepon Moggi untuk meminta maaf setelah kesalahan yang dia lakukan membuat Juventus kehilangan satu pertandingan (kalah) melawan Reggina. Moggi hanya menjawab dengan satu kalimat,“Saya tidak punya apapun untuk dikatakan kepada Anda,” dan kemudian menutup telepon.

Saya menikmati menyibakkan cahaya tentang masalah ini jadi jangan sungkan untuk menyebarkan poin-poin saya kepada yang lain dan tanya apa saja yang kamu suka.

FORZA JUVE!


Giuseppe Solinas
(Socio di Giu le Mani dalla Juve).

Seandainya ada teman-teman yang belum tau tentang keadaan “sebenarnya” media-media ternama Italia, ini gambaran global dari saya (kalau ada waktu mungkin kita bisa elaborasi lagi),
- La Gazzetta dello Sport. Suratkabar kota Milan, paling populer & beroplah terbesar di Italia. Pemiliknya adalah Carlo Buora. Linknya ke Inter semuanya bersumber dari orang ini. Karena itu banyak redaktur-redakturnya adalah mantan direktur-direktur di Inter. Buora juga VP (wapres) Pirelli dan sekarang malah VP Telecom Italia (TI). Baik Pirelli maupun TI punya sejarah panjang dengan dua direktur Inter (Tronchetti pemilik Pirelli dan Moratti pemilik Inter sementara pada saat yang bersamaan keduanya juga duduk dalam BoD’s TI). Oh iya, calciopoli itu sendiri pada awalnya bermula dari artikel di koran pink kertas toilet ini medio Mei 2006 (perhatikan timing-nya yang di akhir kompetisi. Cute huh?) yang “katanya” mengungkapkan transkrip percakapan antara Moggi dengan beberapa penunjuk wasit. Dari sinilah “keajaiban-keajaiban” itu dimulai..

- Il Corriere dello Sport. Dari kota Roma. Koran murahan ini dimiliki oleh RCS Media Group, semacam perusahaan holding companyyang presiden direkturnya adalah... Carlo Buora. Dan maaf kalau yang ini juga membosankan: redaktur-redakturnya juga direktur klub yang “ITU” juga. Mereka, sebagaimana seluruh media dari Roma, cukup punya pendekatan yangg simpatik kepada AS Roma, tapi nggak begitu klo dg Lazio.

- Il Corriere della Serra. Kurang lebihnya sama dengan Corriere della Sport, mereka dimiliki oleh RCS Media Group juga.

- Tuttosport. Ini yang paling kontroversial. Bukankah dari dulu mereka pro-Juve? Umm.. enggak juga. Dari dulu mereka pro-Torino, paling tidak dari perspektif sejarah. Coba aja lihat banner-nya. Ada sesuatu yang familiar? Mereka terkesan “pro-Juve” ya jelas lah sebabnya. Mereka kan dari Provinsi Piemonte, yang penduduknya kalo enggak Bianconeri ya Granata/Torino fans, plus ditambah mereka nggak punya pengaruh di luar region itu, jadi wajar kalo mereka ‘satu-satunya’ yang sering berbicara bagus tentang Juve, atau punya direktori khusus Juventus di websitenya misalnya, dll., dll. Tapi yang orang enggak banyak tahu adalah MEREKA TIDAK (LAGI) PRO-JUVE. Beberapa fakta spektakuler yang perlu kita ketahui:
a). FAKTA bahwa belakangan mereka diakuisisi oleh RCS Media Group. Perusahaannya si Carlo Buora tadi, orang yang sama yang juga pernah menjadi presiden Inter untuk sekian lamanya. Lagi-lagi jejaring conflict of interest semakin menjalar.
b). FAKTA bahwa beberapa waktu lalu (2007?)—dan ini adalah konfirmasi terhadap “fakta a” di atas, salah satu editor senior mereka dipaksa untuk mengundurkan diri karena dia ngotot mempertahankan/tidak mau mencabut sebuah artikel yang dia tulis yang menyerang Collina dan wasit-wasit (inti artikel itu sebenarnya mengungkapkan perlakuan tidak adil wasit-wasit, terutama Collina, thd Juve).

Jadi jangan heran kalau dalam penelitian baru-baru ini media di Italia menduduki peringkat 79 di dunia, ‘seri’ dengan Botswana di Afrika (kalau enggak salah yang mengadakan penelitian Mahkamah Internasional. Hilang entah di mana linknya dari file-file saya. Kalau ada kesempatan insya Allah saya post deh).

Perbincangan kita tentang jejaring conflict of interest di media-media ternama Italia berputar pada sosok Carlo Buora. Link-link berikut ini lebih dari cukup sebagai konfirmasi apa yang telah kita uraikan di atas:
http://www.key4biz.it/Who_is_who/2007/02/Buora_Carlo.html
http://www.rcsmediagroup.it/wps/portal/mg/business/newspapers?language=en
http://www.inter.it/aas/news/reader?L=it&N=35076&stringa=%22carlo%20buora%22

Jadi, sekarang saya balik bertanya kepada semuanya, dengan seluruh kerendahan hati, apakah mungkin kita bisa mendapatkan potongan-potongan puzzle yang membantu (baca: valid) tentang apa itu calciopoli hanya dengan semata-mata mengandalkan pemberitaan/artikel dari koran-koran itu tadi? Atau sama anehnya, berharap Juventini di Indonesia ini yang haus akan “kebenaran” dibantu dicukupkan hanya dengan mem-posting koran-koran sampah itu tadi? Kalau kita semua menjawab dengan jujur maka kita bisa kembali ke poin yang saya singgung sebelumnya (tentang kebutuhan kita terhadap penelitian mendalam).

Ok. Saya jadi ingat dengan kerancuan yang muncul belakangan yang bisa membingungkan banyak orang (termasuk bagi yang selesai membaca pemaparan di atas). Mudah-mudahan tanggapan yang saya rangkum dari Giuseppe setelahnya bisa membantu mematahkannya,

Kerancuan:
# Mengapa beberapa tahun terakhir La Gazzetta seperti berbalik badan dari Inter (dan juga sedikit terhadap Milan) dengan banyak menerbitkan pemberitaan-pemberitaan yang “pro-Juve”? (Contoh DVD Amore Bianconero yang mereka terbitkan, kemudian pada musim 2007-2008 mereka mempublikasikan penelitian statistik mereka yang menyatakan bahwa Juve telah dirampok 7 poin oleh wasit, dsb.)

Tanggapan:
Sederhana saja: isu ekonomi.

Iya, ini adalah opini jadi saya pikir fair kalaupun ia diperlakukan demikian (maksud saya masih harus dibuktikan dengan berjalannya waktu, lihat posting pertama saya), walaupun tetap saya tegaskan bahwa ia didasarkan pada sesuatu yang konkrit.

Bedebah-bedebah yang ada di kertas toilet pink itu masih dimiliki dan dioperasikan oleh Carlo Buora dan diapun masih tetap berhubungan erat dengan Inter, TETAPI setelah farsopoli terjadi sebuah boikot kolektif para Juventino dimulai. Di antara target utamanya adalah La Gazzetta. Ada beberapa perusahaan lainnya dan saya akan menyediakan link-nya di bawah nanti.

Oh iya, ini sangat menarik nih. Apa ada yang lain yang mau sedikit mengulik tentang apa CAF itu sebenarnya? CAF adalah singkatan dari Commisione D’Appello Federale... Komisi Banding Federal (Federal Commission of Appeals). Nah pertanyaan besarnya, MENGAPA kok sebuah kasus dimulai di pengadilan banding? Semuanya di Italia tahu bahwa sebuah persidangan reguler (non-sipil) harus dijalankan secara urut seperti ini (tidak bisa dilangkahi):

Disciplinare (Disciplinary, atau sidang tahapan awal)
CAF (Komisi Banding Federal, jika terpidana memutuskan untuk mengajukan banding—setelah dia telah dinyatakan bersalah dalam sidang Diciplinary)
Corte Federale (Pengadilan Federal, jika terpidana memutuskan untuk banding lagi—setelah dia dinyatakan bersalah oleh persidangan CAF)

Di setiap negara formatnya seperti itu kan? Saya tidak begitu mendalami tahapan peradilan juridiksi hukum di Indonesia, tapi kalian sudah dapat gambarannya.

Nah, di sinilah di mana Guido Rossi, komisioner Federcalcio ketika itu, menganulir tahapan Disciplinare dari persidangan dan walaupun itu adalah ilegal... pertunjukan (sandiwara)nya terus dilanjutkan. Lebih luar biasa lagi, di tahapan CAF, Guido juga menendang seluruh hakim-hakim yang telah dipersiapkan institusi CAF dan memasukkan hakim-hakim yang baru... Apa tidak ada yang lucu tentang itu?

Adapun tentang dokumen fisik pengadilannya itu sendiri, saya punya semuanya (dalam format pdf). Bahkan saya punya dokumen materi banding Juventus yang tadinya mau diserahkan ke TAR (Pengadilan Administratif Regional) Lazio, tapi kemudian ditarik kembalik secara misterius.. Bagaimana misteriusnya? Saya tidak mau menjelaskan itu sekarang, tapi kita sedang menuju ke sana, pada waktunya. Ini bukan untuk alasan dramatisasi, saya hanya tidak ingin loncat-loncat. Cukuplah saya katakan sekarang bahwa jika seandainya materi banding Juve ini diserahkan ketika itu dan juga sekaligus kita tahu kenapa itu ditarik kembali oleh Juventus, maka ia akan membebaskan & membersihkan nama Juventus dan juga sekaligus menyeret pihak-pihak baru yang sebelumnya tidak pernah disebutkan. Oleh karena itulah siapa saja teman-teman yang mendalami masalah ini tahu bahwa farsopoli bukan sekedar masalah keterlibatan TIM atau yang lainnya yang saya yakin kebanyakan orang sudah paham, walaupun bukan berarti itu poin yang tidak penting.

Saya akan upload/kirim ke siapa saja yang mau. Hanya ada satu masalah, semuanya ada dalam bahasa Italia.

Terakhir, siapapun seharusnya tidak perlu takut/khawatir postingannya di-delete mod karena saya yakin mod nggak akan men-delete pertanyaan/usulan yang konstruktif, betapapun sederhananya mungkin di pandangan sebagian orang. Terkadang, pertanyaan yang paling sederhana adalah pertanyaan yang paling penting.

Postingan selanjutnya adalah rincian tentang dakwaan CAF, yang isinya bisa dinominasikan sebagai 7 keajaiban dunia selanjutnya.

Originally Posted by Muhventino
:idea: TRANSLASI KUNCI DARI DOKUMEN PERSIDANGAN



Berikut ini adalah kutipan-kutipan dari dakwaan hukuman yang menjebloskan Juventus ke Serie B.

Pertama-tama saya ingin menjelaskan perbedaan antara pelanggaran artikel 1 (pengurangan poin) dan pelanggaran artikel 6(degradasi). Artikel 1 adalah tindakan-tindakan tidak sportif (seperti menghina wasit) sementara artikel 6 adalah aktivitas terlarang (pengaturan pertandingan). Oleh karena tidak ada ditemukan pelanggaran-pelanggaran artikel 6 oleh Juve, CAF dan FIGC melakukan apa yang sebelumnya belum pernah dilakukan (dalam sejarah hukum di Italia). Mereka menciptakan (dan belakangan menganulir kembali) sebuah pelanggaran artikel yang distruktur/dikonstruksi dengan menambahkan secara sekaligus berbagai pelanggaran artikel 1 untuk menciptakan sebuah pelanggaran artikel 6. Ini seperti mengatakan bahwa mencuri 3 grand theft auto = sebuah pembunuhan. Ini adalah sesuatu yang sangat dikritisi oleh banyak para hakim danlawyers/ahli hukum lainnya.

Saya akan mengutip dakwaan-dakwaan hukuman dari Commissione d’Appello Federale (CAF) dan Corte Federale (CF). Poin-poin pentingnya adalah,

- Hlm. 74-75. CAF mengklaim bahwa tidak ada “cupola” atau “Sistem Moggi”, bertolak-belakang dengan keyakinan La Gazzetta.

- Hlm. 76. CAF mengklaim bahwa tidak ada pelanggaran artikel 6 terhadap Juventus dan oleh karena itu diperkenalkanlah pelanggaran artikel yang distruktur tadi (yang ditolak oleh banyak entitas legal). Alasan mengapa ini merupakan skandal yang sangat besar adalah karena ia berupaya untuk meyakinkan para pembaca bahwa sebuah tim (Juventus) mampu untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan di dalam klasemen dengan tanpa mengatur hasil akhir dari satu pertandinganpun. Pertanyaan saya adalah bagaimana? Satu-satunya cara untuk meraih angka/poin adalah dengan memenangkan pertandingan atau seri. Kalau Juve tidak ditemukan mengatur pertandingan maka bukankah ini artinya klasemen itu sendiri menjadi sah?

- Hlm. 83. CAF menyatakan bahwa pemilihan wasit telah dilaksanakan sesuai dengan aturan-aturan FIGC dan oleh karenanya seluruh penggilan telepon yang dibuat oleh Moggi ke Bergamo adalah legal dan tidak mempengaruhi pemilihan wasit.

- Hlm. 101. Saya yakin Anda pernah mendengar sistem kartu kuning Moggi untuk memastikan pemain-pemain kunci ditangguhkan/dilarang untuk bermain pada pertandingan selanjutnya melawan Juve. Pada halaman ini dakwaan CAFmenyatakan bahwa kartu kuning tidak direkayasa.

- Hlm. 65. CF mengklaim bahwa Moggi dan Giraudo beroperasi secara lepas (independently) dari Juventus dan pemiliknya. Dengan kata lain tim seharusnya dilepaskan dari degradasi dan hanya dua direktur ini yang disidangkan (ini adalah “celah” yang membuat Milan tetap bertahan di jatah UCL).

- Hlm. 61. CF menyatakan bahwa Juventus tidak bertanggung-jawab terhadap keselamatan Fiorentina setelah De Santis mempengaruhi (hasil) pertandingan antara Lecce dan Parma yang berakhir seri sehingga membuat La Viola dapat bertahan di Serie A.

- Hlm. 66. CF menyatakan bahwa walaupun Moggi tidak mempraktikkan “kemampuannya” untuk mengondisikan pertandingan-pertandingan, dia masih memiliki kemampuan itu. Jadi hanya karena Anda memiliki sebuah mobil dan sebuah botol anggur Anda dapat dihukum karena memiliki kemampuan untuk minum dan mengemudi?

- Hlm. 74. CF mengakui bahwa tidak ada bukti pengaturan pertandingan (artikel 6) yang eksis.

- Hlm. 77. CF akhirnya mengkonklusikan bahwa bukti yang digunakan terhadap Juventus adalah “...keuntungan Juventus dibuktikan oleh posisi mereka dalam klasemen pada akhir musim.” Benar... mereka bersalah karena mereka finishpertama. Jadi Anda dapat mengemudi merupakan bukti bahwa Anda juga adalah pencuri mobil. Are you laughing yet?

Di sini Anda dapat menemukan dokumen persidangan resmi FIGC (dalam bahasa Italia):
http://www.figc.it/italiano/comunicati_stampa_caf/comunicati_stampa_caf_2006/com_stampa_caf_luglio.htm
Link ke-3 ke bawah.

Ini adalah artikel yang merangkum seluruh perkara-perkara melanggar hukum di dalam persidangan (termasuk tidak diperbolehkannya untuk mendengarkan rekaman):
http://www.ju29ro.com/farsopoli/38-i-processi-fuorilegge.html

Hakim CAF Piero Sandulli diwawancarai oleh Il Giornale pada 27 Juli 2006 di mana dia ditanya apa alasan dibalik dakwaan hukuman yang ia setujui. Jawaban dia adalah, “Tidak ada aktivitas terlarang, musim 2004-2005 tidak diatur. Satu-satunya keraguan yang kami miliki adalah Lecce-Parma (yang tidak melibatkan Juventus atau Moggi) yang kami lihat terus-menerus (dengan tanpa video). Yang jelas musim kompetisi itu sah.” Saya juga harus menambahkan bahwa Sandulli memiliki rekam-jejak kriminal dalam bentuk aktivitas penipuan ketika ia di Rome City Hall (semacam DPRD Kota Roma) dan dia juga seorang fans fanatik Lazio.

Hakim CAF Mario Serio menyatakan dalam sebuah wawancara di La Repubblica pada 27 Juli 2006 bahwa “Meskipun tidak ada bukti menyangkut pengaturan pertandingan, Juventus dihukum ke Serie B dan (dua) gelar mereka dicopot setelah mempertimbangkan keinginan kolektif dari pihak-pihak yang terlibat dalam investigasi.” ‘Pihak-pihak’ yang seluruhnya rupanya merupakan Interista dan ini bukan hanya dari sudut pandang seorang fans—melainkan kenyataannya memang demikian.

Perhatikan bahwa tidak ada rekaman penggilan telepon yang diperdengarkan di persidangan. Ya benar. Hanya beberapa lembar transkrip yang digunakan, transkrip-transkrip yang telah dimanipulasi oleh mereka yang membeberkannya ke persidangan (ada penjelasan nama-nama dan pengakuannya).

Perhatikan bahwa tidak ada bukti video yang diperbolehkan untuk digunakan oleh pembela (tersedia link kepada video-video yang mempersaksikan itu).

Perhatikan bahwa tidak ada saksi-saksi yang diperbolehkan untuk dipakai.

Perhatikan bahwa pembela memiliki tidak lebih dari 3 hari untuk mengumpulkan argumen mereka dan bahwa mereka tidak diserahi bukti-bukti (yang memberatkan) sebelum persidangan dilangsungkan bertolak-belakang dengan ketentuan hukum.. Akan tetapi justru media yang lebih dulu memegang informasi yang dimiliki penuntut umum. Apakah ini tidak aneh? Wapres Inter Carlo Buare adalah pemilik La Gazzetta dello Sport dan surat kabar ini juga dikelola oleh dua investor Inter (Verdelli dan Cannavo’), sementara Il Corriere dello Sport dikelola oleh Bartolozzi (Manajer Tim Inter).

Ini adalah sebahagian kecil dari banyak hal lainnya di luar sana. Inilah mengapa pikiran saya meledak setiap kali mendengar Juve adalah “penipu,” atau bahwa Moggi adalah seorang “kriminal.”

Jika diperlukan, saya juga bisa menambahkan banding TAR yang Juventus secara misterius tarik kembali hanya beberapa jam sebelum menuju ke persidangan. Materi banding ini disebut-sebut lebih dari cukup untuk membersihkan nama Juve dan menghancurkan sistem yang memerintah persepakbolaan Italia. Setelah banding ini ditarik kembali oleh Juve, FIGC mengucapkan terima kasih secara publik kepada Luca Cordero di Montezemolo (Direktur FIAT dan Presiden Ferrari). Beberapa bulan kemudian Tronchetti, pemilik Telecom Italia resmi mengumumkan kesepakatan sponsorship dengan Ferrari SpA di Formula 1.

'Juve Degradasi karena Presiden Inter Massimo Moratti'
Christian Vieri
(Goal.com)

INILAH.COM, Milan – Mantan bomber Italia Christian Vieri membeberkan rahasia dibalik kasus Calciopoli yang menimpa Juventus. Vieri yakin tokoh yang menyebabkan Calciopoli adalah presiden Inter Milan Massimo Moratti.

Pada 2006, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) memutuskan untuk mendegradasi Juventus ke Seri B karena dianggap melakukan pengaturan hasil pertandingan. Skandal yang dijuluki Calciopoli tersebut dianggap sudah mencoreng sepak bola Italia.

Tiga tahun berselang, Vieri akhirnya membeberkan rahasia sesungguhnya apa yang terjadi. Mantan striker Inter dan Juventus tersebut menegaskan otak dibalik skandal Calciopoli ini adalah Moratti.

Vieri mengaku saat masih membela Inter, semua pemain Inter, termasuk dirinya, diharuskan untuk menandatangani dokumen yang isinya tidak boleh mencerita konspirasi Calciopoli yang dibangun Moratti dan perusahaan telekomunikasi Italia, Telecom Italia.

Vieri menilai Moratti sudah gerah dengan sukses yang diraih Juventus saat itu, untuk itu sang presiden Inter menciptakan skandal Calciopoli.

“Saya siap menunjukkan kepada siapapun dokumen itu, semua orang tahu apa yang terjadi. Saya tidak bisa menahan ini selamanya. 70% kontrak dibayar oleh Inter, dan 30% lainnya oleh Telecom, yang menggunakan saya sebagai bintang iklan jadi mereka bisa membayar pajak lebih kecil,” ujar Vieri kepada Firenze Viola.

“Saya hanya berbicara masalah ini kepada Tuan (Rinaldo) Ghelfi di Inter. Saya turut berduka untuk Juventus karena saya memiliki kedekatan dengan mereka. Sama seperti Milan. Saya pikir saya melakukan suatu yang baik untuk presiden saya, yang memiliki banyak hal terjual karena memiliki kepribadian ganda,” kilahnya.

Selain menghukum Juventus, Calciopoli juga memberi pengurangan poin terhadap AC Milan, Lazio dan Fiorentina. Selain presiden Inter Massimo Moratti, mantan presiden Telecom Tronchetti Provera serta mantan presiden FIGC Guido Rossidianggap ikut membantu Moratti membangun konspirasi ini.

Keduanya memang dikenal sebagai orang yang loyal terhadap Inter dan memiliki saham di klub tersebut.

Sejak Calciopoli, Inter memang sukses mendominasi Seri A dengan tiga gelar Scudetto beruntun, padahal sebelumnya Inter tidak pernah juara sejak 1989.

www. football-italia.net

New Calciopoli revelations

Friday 6 November, 2009
A witness at the Calciopoli trial in Naples has spoken of his belief that balls used to draw referees for games in the 2004-05 season were in fact 'tricked'.

Manfredi Martino, the former secretary to the National Refereeing Commission [CAN] also alleged that former referee designator Paolo Bergamo and Pierluigi Pairetto asked him to put pieces of paper with the names of certain referees into specific balls.

“On two occasions Bergamo and Pairetto told me explicitly to put the names of certain games and the names of certain referees into the balls that were easily recognisable,” Martino said.

He went on to explain how the balls were recognisable, saying that they were discoloured and looked as if they had been used before.

Martino spoke specifically about the draw between a match between Milan and Juventus, which at the time was being billed as a title decider.

“My sensation during the draw for the referee for that game was that something hadn't gone right because there was a strange bout of coughing from Bergamo when the journalist employed to make the draw chose the referees' yellow ball.”

The testimony has come under scrutiny even from chief prosecutor Giuseppe Narducci.

Luciano Moggi's lawyer Maurilio Prioreschi also asked Martino: “Why didn't you say so before?”

To which Martino responded: “Perhaps I said it and the Carabinieri didn't verbalise it.”

The trial continues.


Minggu, 28 November 2010

Fungsi Peraturan Kebijakan Dalam Melengkapi Sistem Perundang-undangan Administrasi Negara

1. Pengertian Peraturan Kebijakan

Peraturan Kebijakan (beleidsregels, spiegelsrecht, pseudowetgeving, olicy rules) adalah ketentuan (rules bukan law) yang dibuat oleh pemerintah sebagai administrasi negara. Cabang-cabang pemerintahan yang lain tidak berwenang membuat peraturan kebijakan. Presiden sebagai kepala negara tidak dapat membuat peraturan kebijakan. Kewenangan Presiden membuat peraturan kebijakan adalah dalam kedudukan sebagai badan atau pejabat administrasi negara, bukan sebagai kepala negara.

Peraturan kebijakan bukan (tidak termasuk) salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan, meskipun dalam banyak hal tampak (menampakkan gejala) sebagai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, penggunaan istilah peraturan dalam arti wetgeving (peraturan perundang-undangan) sebenarnya kurang tepat. Kalaupun dipergunakan istilah peraturan bukan dalam padanan wetgeving atau legislation, tetapi sebagai padanan regel atau rule. Dalam kaitan penamaan tersebut, lebih tepat dinamakan beleidsregel daripada pseudowetgeving.

Dalam bahasa Indonesia, istilah regel atau rule mungkin lebih tepat berpadanan dengan kata ketentuan dibandingkan peraturan atau peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, keputusan administrasi negara sebagai beleidsregel akan dinamakan ketentuan kebijakan. Dengan memakai kata ketentuan akan nampak bedanya dengan peraturan yang dapat berarti sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan, yakni peraturan pemerintah atau peraturan presiden.

Pembuatan peraturan kebijakan diperlukan dalam rangka menjamin ketaat-azasan (konsistensi) tindakan administrasi. Ketaat-azasan ini bukan hanya berlaku bagi tindakan yang bersumber atau berdasarkan peraturan perundang-undangan, juga berlaku bagi tindakan-tindakan yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Kebutuhan akan ketaat-azasan ini berkaitan dengan azas-azas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) antara lain azas kesamaan (gelijkheidsbeginsel), azas kepastian hukum (rechtszekerheidsbegin-sel) dan azas dapat dipercaya (vertrowenbeginsel).

Dengan adanya peraturan kebijakan tersebut, maka akan terjamin ketaat-azasan tindakan administrasi negara dan untuk setiap peristiwa yang mengandung persamaan, kepastian hukum, dan tindakan-tindakan dapat dipercaya karena didasarkan pada peraturan yang sudah tertentu.

2. Peraturan Kebijakan dalam Sistem Hukum di Indonesia

Hukum merupakan suatu sistem karena diikat oleh azas hukum. Oleh karena itu apabila memahami hukum sebagai suatu sistem hukum, maka hukum mengandung nilai-nilai yang merupakan satu kesatuan. Demikian halnya dengan suatu peraturan perundang-undangan yang merupakan suatu sistem yang bersumber pada suatu nilai tertentu. Sistem nilai ini dapat membentuk masyarakat menurut pola yang dikehendaki dan pedoman bagi pembentukan undang-undang dalam menentukan pola tingkah laku masyarakat. Dengan kata lain hukum tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang ada pada masyarakat, melainkan juga mengarah pada tujuan-tujuan yang dikehendaki.[1]

Pembentukan peraturan perundangan dalam rangka harmonisasi hukum menuju hukum responsif, diselenggarakan melaui proses demokratis dan terintegrasi yang dijiwai Pancasila dan bersumber pada UUD 1945, untuk menghasilkan produk peraturan perundang-undangan yang harmonis sampai pada tingkat peraturan pelaksanaannya. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang memenuhi nilai filosofis yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat, dan nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terintegrasi, penting dilakukan harmonisasi hukum dengan maksud melakukan penataan dan penyesuaian unsur-unsur tatanan hukum nasional, dengan meletakan pola piker yang melandasi penyusunan kerangka sistem hukum nasional yang dijiwai Pancasila dan UUD 1945. dalam perspektif demikian, harmonisasi hukum dimaksud, saling bersinggungan dengan sasaran program pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu terciptanya harmonisasi perundang-undangan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan pembangunan.

Dalam rangka harmonisasi hukum, melakukan penataan dan penyesuaian unsur-unsur sistem hukum nasional serta pembaharuan hukum nasional terutama bidang-bidang hukum yang bersifat umum dan netral. Bidang hukum sebagai landasan hukum dalam menghadapi peningkatan perekonomian pada pemerintahan daerah, seperti halnya dalam peraturan tentang penyelenggaraan pelayanan perizinan. Sebagai landasan dan masalah dalam menghadapi semua itu, dapat diatasi dan ditempuh langkah-langkah dengan melakukan harmonisasi hukum dan praktek melalui upaya penyusunan peraturan-peraturan hukum yang diusulkan melalui salah satu lembaga pemerintahan, yang kemudian diaktualisasikan secara seragam oleh pemerintah daerah melalui peraturan daerahnya masing-masing. Dalam rangka menciptakan harmonisasi hukum dan pembaharuan sistem perundang-undangan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 2004 yang diantaranya adalah:

  1. UUD 1945
  2. Undang-undang / Perpu
  3. Peraturan Pemerintah
  4. Peraturan Presiden
  5. Peraturan Daerah

Ditegaskan dalam UUD 1945 setelah amandemen, kekuasaan untuk menjalankan fungsi legislasi membentuk undang-undang tidak berada pada presiden, melainkan pada DPR. Perubahan kekuasaan legislatif membentuk undang-undang tersebut, mengandung implikasi yang mendasar terhadap proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam keadaan demikian langkah ideal yang perlu untuk ditempuh adalah melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan dengan meletakan pola pikir yang mendasari penyusunan sistem peraturan perudang-undangan dalam kerangka sistem hukum nasional, yang mencakup unsur-unsur materi hukum, struktur hukum beserta kelembagaannya dan budaya hukum.

Dalam hal isi materi yang berkenaan dengan kepentingan dan kebutuhan internal administrasi pemerintahan, dikenal adanya bentuk-bentuk peraturan yang disebut sebagai peraturan kebijakan (beleidsregels) dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Peraturan kebijakan merupakan instrumen yang melekat dan berasal dari administrasi negara. Peraturan kebijakan pada dasarnya hanya menekankan pada aspek kemanfaatan (doelmatigheid) daripada rechtsmatigheid dalam rangka Freies Ermessen, yaitu prinsip kebebasan menentukan kebijakan-kebijakan atau kebebasan bertindak yang diberikan kepada administrasi negara untuk mencapai tujuan pemerintahan yang dibenarkan menurut hukum. Freies Ermessen akan berarti positif apabila dapat menjadi umpan balik kepada legislatif untuk perbaikan undang-undang. Sebaliknya, Freies Ermessen akan menimbulkan efek negatif apabila timbul budaya pragmatisme, yaitu pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada pertimbangan praktis, keberpihakan kepada kelompok kepentingan tertentu dan bersifat sesaat serta berjangka waktu pendek.

Kondisi di atas, seperti apa yang terjadi dalam Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah merupakan salah satu bentuk kebijakan dari menteri dalam negeri sebagai pejabat negara atau admninistrasi negara dalam upaya peningkatan pelayanan perizinan di daerah. Munculnya kebijakan itu mengakibatkan terjadinya beberapa permasalahan baru dalam rangka pelayanan perizinan, terlebih lagi sebelum terbitnya kebijakan tersebut telah ada peraturan-peraturan lain yang sama-sama mengatur tentang penanaman modal dan pelayanan perizinan, yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu dan terakhir adalah Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dari berbagai peraturan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan telah terjadi disharmoni di antara peraturan-peraturan tersebut.

Menurut Purbopronoto,[2] Freies Ermessen dapat berbeda dengan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak. Kebijakan merupakan perpaduan jiwa idealistis-realistis dengan pragmatis, sedangkan azas kebijakan dalam azas-azas pemerintahan yang layak adalah suatu pandangan jauh ke depan dari pemerintah. Berkenaan dengan hal itu, prinsip kebebasan menentukan peraturan kebijakan dalam rangka Freies Ermessen harus didasarkan pada azas penyelenggaraan pemerintahan yang layak.

Untuk menjaga konsistensi sistem pembagian kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif secara tegas, Freies Ermessen tidak dapat dipergunakan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan secara teknis. Peraturan kebijakan dapat menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku, karena hanya menekankan aspek doelmatigheid daripada rechtsmatigheid. Secara sepintas hal demikian dapat dipandang untuk mengisi kekosongan hukum atau terobosan atas ketentuan hukum yang dipandang sudah tidak memadai. Akan tetapi apabila mengabaikan azas-azas umum pemerintahan yang layak dapat menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum.

3. Fungsi Peraturan Kebijakan Dalam Sistem Hukum

Freies Ermessen Muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan azas legalitas (wetmatigheid van bestuur). Bagi negara yang bersifat welfare state, azas legalitas saja tidak cukup untuk dapat berperan secara maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat, yang berkembang pesat sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Di dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, Freies Ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut.

a. belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera. Misalnya dalam menghadapi suatu bencana alam ataupun wabah penyakit menular, aparat pemerintah harus segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara maupun bagi rakyat, tindakan yang semata-mata timbul atas prakarsa sendiri.

b. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misalnya dalam pemberian izin berdasarkan Pasal 1 HO, “menimbulkan keadaan bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.

c. Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah. Pemerintah daerah bebas untuk mengelolanya asalkan sumber-sumber itu merupakan sumber yang sah.[3]

Menurut Marcus Lukman, peraturan kebijakan dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya guna yang berarti:

1.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan.

2.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-undangan.

3.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan.

4.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.

5.) tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah dan memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.[4]

4. Peran Hukum Administrasi Negara Membentuk Peraturan Perundang-undangan

1. Mengatur Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Sesuai dengan obyeknya, maka Hukum Administrasi Negara yang mengatur tata cara pembentukan peraturan perundangan-undangan adalah tata cara dalam lingkungan administrasi negara.

Dalam hal pembentukan undang-undang, maka yang mengatur tata cara administrasi negara menjalankan wewenang pembentukan undang-undang antara lain mengenai cara-cara penyusunan RUU dalam rangka pelaksanaan kekuasaan Presiden membentuk undang-undang.

Ketentuan administratif ini sangat penting karena akan menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas dalam menyiapkan RUU atau RPP, dll.

2. Mengatur Kewenangan Administrasi Negara dalam Membuat atau Membentuk Peraturan Perundang- Undangan

Hukum Administrasi Negara baik yang berbentuk undang-undang atau peraturan lain dapat menetapkan badan-badan administrasi negara yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan atau membuat keputusan administrasi negara.

Undang-Undang Nomor 10/2004 dan Undang-Undang Nomor 32/2004, memuat ketentuan yang memberi wewenang kepada lembaga pemerintahan tertentu atau administrasi negara untuk membuat peraturan perundang-undangan atau membuat ketetapan administrasi negara.

3. Mengatur Materi Muatan bagi Ketentuan-Ketentuan Administrasi Negara

Tidak jarang Hukum Administrasi Negara, terutama yang berbentuk peraturan perundang-undangan, mengatur mengenai hal-hal yang harus menjadi materi muatan suatu peraturan perundang-undangan atau suatu muatan keputusan administrasi negara.

Ketentuan tersebut, dapat dijumpai seperti pada bidang perizinan, perpajakan, dll;

Peran Hukum Administrasi Negara dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah Pertama, secara struktural, Hukum Administrasi Negara, terutama yang berbentuk peraturan perundang-undangan, merupakan bagian utama susunan peraturan peraturan perundang-undangan. Baik dalam jumlah maupun sifat, peraturan perundang-undangan terutama tersusun dari ketentuan Hukum Administrasi Negara.

Kedua, dari segi fungsi, Hukum Administrasi Negara ikut menentukan cara-cara pembentukan peraturan perundang-undangan baik yang berkaitan dengan kewenangan, materi muatan maupun tata cara penyelenggaraan.



[1] Satjipto Raharjo. Ilmu Hukum. Bandung. Alumni. 1986. Hlm. 168.

[2] Koentjoro Purbopronoto. Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara. Bandung. Alumni. 1978. Hlm : 30.

[3] Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta. Rajawali Pers. 2006.Hlm : 179-180.

[4] Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta. Rajawali Pers. 2006.Hlm : 191-192.

Fungsi Peraturan Kebijakan Dalam Melengkapi Sistem Perundang-undangan Administrasi Negara

1. Pengertian Peraturan Kebijakan

Peraturan Kebijakan (beleidsregels, spiegelsrecht, pseudowetgeving, olicy rules) adalah ketentuan (rules bukan law) yang dibuat oleh pemerintah sebagai administrasi negara. Cabang-cabang pemerintahan yang lain tidak berwenang membuat peraturan kebijakan. Presiden sebagai kepala negara tidak dapat membuat peraturan kebijakan. Kewenangan Presiden membuat peraturan kebijakan adalah dalam kedudukan sebagai badan atau pejabat administrasi negara, bukan sebagai kepala negara.

Peraturan kebijakan bukan (tidak termasuk) salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan, meskipun dalam banyak hal tampak (menampakkan gejala) sebagai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, penggunaan istilah peraturan dalam arti wetgeving (peraturan perundang-undangan) sebenarnya kurang tepat. Kalaupun dipergunakan istilah peraturan bukan dalam padanan wetgeving atau legislation, tetapi sebagai padanan regel atau rule. Dalam kaitan penamaan tersebut, lebih tepat dinamakan beleidsregel daripada pseudowetgeving.

Dalam bahasa Indonesia, istilah regel atau rule mungkin lebih tepat berpadanan dengan kata ketentuan dibandingkan peraturan atau peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, keputusan administrasi negara sebagai beleidsregel akan dinamakan ketentuan kebijakan. Dengan memakai kata ketentuan akan nampak bedanya dengan peraturan yang dapat berarti sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan, yakni peraturan pemerintah atau peraturan presiden.

Pembuatan peraturan kebijakan diperlukan dalam rangka menjamin ketaat-azasan (konsistensi) tindakan administrasi. Ketaat-azasan ini bukan hanya berlaku bagi tindakan yang bersumber atau berdasarkan peraturan perundang-undangan, juga berlaku bagi tindakan-tindakan yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Kebutuhan akan ketaat-azasan ini berkaitan dengan azas-azas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) antara lain azas kesamaan (gelijkheidsbeginsel), azas kepastian hukum (rechtszekerheidsbegin-sel) dan azas dapat dipercaya (vertrowenbeginsel).

Dengan adanya peraturan kebijakan tersebut, maka akan terjamin ketaat-azasan tindakan administrasi negara dan untuk setiap peristiwa yang mengandung persamaan, kepastian hukum, dan tindakan-tindakan dapat dipercaya karena didasarkan pada peraturan yang sudah tertentu.

2. Peraturan Kebijakan dalam Sistem Hukum di Indonesia

Hukum merupakan suatu sistem karena diikat oleh azas hukum. Oleh karena itu apabila memahami hukum sebagai suatu sistem hukum, maka hukum mengandung nilai-nilai yang merupakan satu kesatuan. Demikian halnya dengan suatu peraturan perundang-undangan yang merupakan suatu sistem yang bersumber pada suatu nilai tertentu. Sistem nilai ini dapat membentuk masyarakat menurut pola yang dikehendaki dan pedoman bagi pembentukan undang-undang dalam menentukan pola tingkah laku masyarakat. Dengan kata lain hukum tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang ada pada masyarakat, melainkan juga mengarah pada tujuan-tujuan yang dikehendaki.[1]

Pembentukan peraturan perundangan dalam rangka harmonisasi hukum menuju hukum responsif, diselenggarakan melaui proses demokratis dan terintegrasi yang dijiwai Pancasila dan bersumber pada UUD 1945, untuk menghasilkan produk peraturan perundang-undangan yang harmonis sampai pada tingkat peraturan pelaksanaannya. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang memenuhi nilai filosofis yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat, dan nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terintegrasi, penting dilakukan harmonisasi hukum dengan maksud melakukan penataan dan penyesuaian unsur-unsur tatanan hukum nasional, dengan meletakan pola piker yang melandasi penyusunan kerangka sistem hukum nasional yang dijiwai Pancasila dan UUD 1945. dalam perspektif demikian, harmonisasi hukum dimaksud, saling bersinggungan dengan sasaran program pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu terciptanya harmonisasi perundang-undangan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan pembangunan.

Dalam rangka harmonisasi hukum, melakukan penataan dan penyesuaian unsur-unsur sistem hukum nasional serta pembaharuan hukum nasional terutama bidang-bidang hukum yang bersifat umum dan netral. Bidang hukum sebagai landasan hukum dalam menghadapi peningkatan perekonomian pada pemerintahan daerah, seperti halnya dalam peraturan tentang penyelenggaraan pelayanan perizinan. Sebagai landasan dan masalah dalam menghadapi semua itu, dapat diatasi dan ditempuh langkah-langkah dengan melakukan harmonisasi hukum dan praktek melalui upaya penyusunan peraturan-peraturan hukum yang diusulkan melalui salah satu lembaga pemerintahan, yang kemudian diaktualisasikan secara seragam oleh pemerintah daerah melalui peraturan daerahnya masing-masing. Dalam rangka menciptakan harmonisasi hukum dan pembaharuan sistem perundang-undangan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 2004 yang diantaranya adalah:

  1. UUD 1945
  2. Undang-undang / Perpu
  3. Peraturan Pemerintah
  4. Peraturan Presiden
  5. Peraturan Daerah

Ditegaskan dalam UUD 1945 setelah amandemen, kekuasaan untuk menjalankan fungsi legislasi membentuk undang-undang tidak berada pada presiden, melainkan pada DPR. Perubahan kekuasaan legislatif membentuk undang-undang tersebut, mengandung implikasi yang mendasar terhadap proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam keadaan demikian langkah ideal yang perlu untuk ditempuh adalah melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan dengan meletakan pola pikir yang mendasari penyusunan sistem peraturan perudang-undangan dalam kerangka sistem hukum nasional, yang mencakup unsur-unsur materi hukum, struktur hukum beserta kelembagaannya dan budaya hukum.

Dalam hal isi materi yang berkenaan dengan kepentingan dan kebutuhan internal administrasi pemerintahan, dikenal adanya bentuk-bentuk peraturan yang disebut sebagai peraturan kebijakan (beleidsregels) dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Peraturan kebijakan merupakan instrumen yang melekat dan berasal dari administrasi negara. Peraturan kebijakan pada dasarnya hanya menekankan pada aspek kemanfaatan (doelmatigheid) daripada rechtsmatigheid dalam rangka Freies Ermessen, yaitu prinsip kebebasan menentukan kebijakan-kebijakan atau kebebasan bertindak yang diberikan kepada administrasi negara untuk mencapai tujuan pemerintahan yang dibenarkan menurut hukum. Freies Ermessen akan berarti positif apabila dapat menjadi umpan balik kepada legislatif untuk perbaikan undang-undang. Sebaliknya, Freies Ermessen akan menimbulkan efek negatif apabila timbul budaya pragmatisme, yaitu pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada pertimbangan praktis, keberpihakan kepada kelompok kepentingan tertentu dan bersifat sesaat serta berjangka waktu pendek.

Kondisi di atas, seperti apa yang terjadi dalam Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah merupakan salah satu bentuk kebijakan dari menteri dalam negeri sebagai pejabat negara atau admninistrasi negara dalam upaya peningkatan pelayanan perizinan di daerah. Munculnya kebijakan itu mengakibatkan terjadinya beberapa permasalahan baru dalam rangka pelayanan perizinan, terlebih lagi sebelum terbitnya kebijakan tersebut telah ada peraturan-peraturan lain yang sama-sama mengatur tentang penanaman modal dan pelayanan perizinan, yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Satu Pintu dan terakhir adalah Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dari berbagai peraturan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan telah terjadi disharmoni di antara peraturan-peraturan tersebut.

Menurut Purbopronoto,[2] Freies Ermessen dapat berbeda dengan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak. Kebijakan merupakan perpaduan jiwa idealistis-realistis dengan pragmatis, sedangkan azas kebijakan dalam azas-azas pemerintahan yang layak adalah suatu pandangan jauh ke depan dari pemerintah. Berkenaan dengan hal itu, prinsip kebebasan menentukan peraturan kebijakan dalam rangka Freies Ermessen harus didasarkan pada azas penyelenggaraan pemerintahan yang layak.

Untuk menjaga konsistensi sistem pembagian kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif secara tegas, Freies Ermessen tidak dapat dipergunakan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan secara teknis. Peraturan kebijakan dapat menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku, karena hanya menekankan aspek doelmatigheid daripada rechtsmatigheid. Secara sepintas hal demikian dapat dipandang untuk mengisi kekosongan hukum atau terobosan atas ketentuan hukum yang dipandang sudah tidak memadai. Akan tetapi apabila mengabaikan azas-azas umum pemerintahan yang layak dapat menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum.

3. Fungsi Peraturan Kebijakan Dalam Sistem Hukum

Freies Ermessen Muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan azas legalitas (wetmatigheid van bestuur). Bagi negara yang bersifat welfare state, azas legalitas saja tidak cukup untuk dapat berperan secara maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat, yang berkembang pesat sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Di dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, Freies Ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut.

a. belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera. Misalnya dalam menghadapi suatu bencana alam ataupun wabah penyakit menular, aparat pemerintah harus segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara maupun bagi rakyat, tindakan yang semata-mata timbul atas prakarsa sendiri.

b. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misalnya dalam pemberian izin berdasarkan Pasal 1 HO, “menimbulkan keadaan bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.

c. Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah. Pemerintah daerah bebas untuk mengelolanya asalkan sumber-sumber itu merupakan sumber yang sah.[3]

Menurut Marcus Lukman, peraturan kebijakan dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya guna yang berarti:

1.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan.

2.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-undangan.

3.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan.

4.) tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.

5.) tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah dan memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.[4]

4. Peran Hukum Administrasi Negara Membentuk Peraturan Perundang-undangan

1. Mengatur Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Sesuai dengan obyeknya, maka Hukum Administrasi Negara yang mengatur tata cara pembentukan peraturan perundangan-undangan adalah tata cara dalam lingkungan administrasi negara.

Dalam hal pembentukan undang-undang, maka yang mengatur tata cara administrasi negara menjalankan wewenang pembentukan undang-undang antara lain mengenai cara-cara penyusunan RUU dalam rangka pelaksanaan kekuasaan Presiden membentuk undang-undang.

Ketentuan administratif ini sangat penting karena akan menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas dalam menyiapkan RUU atau RPP, dll.

2. Mengatur Kewenangan Administrasi Negara dalam Membuat atau Membentuk Peraturan Perundang- Undangan

Hukum Administrasi Negara baik yang berbentuk undang-undang atau peraturan lain dapat menetapkan badan-badan administrasi negara yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan atau membuat keputusan administrasi negara.

Undang-Undang Nomor 10/2004 dan Undang-Undang Nomor 32/2004, memuat ketentuan yang memberi wewenang kepada lembaga pemerintahan tertentu atau administrasi negara untuk membuat peraturan perundang-undangan atau membuat ketetapan administrasi negara.

3. Mengatur Materi Muatan bagi Ketentuan-Ketentuan Administrasi Negara

Tidak jarang Hukum Administrasi Negara, terutama yang berbentuk peraturan perundang-undangan, mengatur mengenai hal-hal yang harus menjadi materi muatan suatu peraturan perundang-undangan atau suatu muatan keputusan administrasi negara.

Ketentuan tersebut, dapat dijumpai seperti pada bidang perizinan, perpajakan, dll;

Peran Hukum Administrasi Negara dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah Pertama, secara struktural, Hukum Administrasi Negara, terutama yang berbentuk peraturan perundang-undangan, merupakan bagian utama susunan peraturan peraturan perundang-undangan. Baik dalam jumlah maupun sifat, peraturan perundang-undangan terutama tersusun dari ketentuan Hukum Administrasi Negara.

Kedua, dari segi fungsi, Hukum Administrasi Negara ikut menentukan cara-cara pembentukan peraturan perundang-undangan baik yang berkaitan dengan kewenangan, materi muatan maupun tata cara penyelenggaraan.



[1] Satjipto Raharjo. Ilmu Hukum. Bandung. Alumni. 1986. Hlm. 168.

[2] Koentjoro Purbopronoto. Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara. Bandung. Alumni. 1978. Hlm : 30.

[3] Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta. Rajawali Pers. 2006.Hlm : 179-180.

[4] Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta. Rajawali Pers. 2006.Hlm : 191-192.