Rabu, 03 November 2010

KEBIJAKAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH TERHADAP PASAR TRADISONAL DAN PASAR MODERN

Pertumbuhan pasar modern di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dalam beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Pada 1999–2004, terjadi peningkatan pangsa pasar supermarket terhadap total pangsa pasar industri makanan yang cukup tajam dari 11% menjadi 30%. Penjualan supermarket pun tumbuh rata-rata 15% per tahun, sedangkan penjualan pedagang tradisional turun 2% per tahunnya (Natawidjadja 2006). Pricewaterhouse Coopers (2005) memprediksi bahwa penjualan supermarket akan meningkat sebesar 50% dari periode 2004 hingga 2007, sedangkan penjualan hipermarket akan meningkat sebesar 70% untuk periode yang sama. Salah satu penyebab meningkatnya jumlah dan penjualan pasar modern adalah urbanisasi yang mendorong percepatan pertumbuhan penduduk di perkotaan serta meningkatnya pendapatan per kapita. Dari 1998 hingga 2003, hipermarket di seluruh Indonesia tumbuh 27% per tahun, dari delapan menjadi 49 gerai. Meskipun demikian, pertumbuhan hipermarket terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek dengan proporsi 58% dari keseluruhan hipermarket.

Pedagang tradisional yang terkena imbas langsung dari keberadaan supermarket atau hipermarket adalah pedagang yang menjual produk yang sama dengan yang dijual di kedua tempat tersebut. Meskipun demikian, pedagang yang menjual makanan segar (daging, ayam, ikan, sayur-sayuran, buah-buahan, dan lainlain) masih bisa bersaing dengan supermarket dan hypermarket mengingat banyak pembeli masih memilih untuk pergi ke pasar tradisional untuk membeli produk tersebut. Keunggulan pasar modern atas pasar tradisional adalah bahwa mereka dapat menjual produk yang relatif sama dengan harga yang lebih murah, ditambah dengan kenyamanan berbelanja dan beragam pilihan cara pembayaran. Supermarket dan hipermarket juga menjalin kerja sama dengan pemasok besar dan biasanya untuk jangka waktu yang cukup lama. Hal ini yang menyebabkan mereka dapat melakukan efisiensi dengan memanfaatkan skala ekonomi yang besar.

Supermarket melakukan beberapa strategi harga dan nonharga, untuk menarik pembeli. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SMERU, mereka melakukan berbagai strategi harga seperti strategi limit harga, strategi pemangsaan lewat pemangkasan harga (predatory pricing), dan diskriminasi harga antarwaktu (inter-temporal price discrimination). Misalnya memberikan diskon harga pada akhir minggu dan pada waktu tertentu. Sedangkan strategi nonharga antara lain dalam bentuk iklan, membuka gerai lebih lama, khususnya pada akhir minggu, bundling/tying (pembelian secara gabungan), dan parkir gratis.

Beberapa kalangan memandang bahwa makin meluas pendirian pasar modern di Indonesia, makin baik bagi pertumbuhan ekonomi serta iklim persaingan usaha. Sementara itu, kalangan lain berpendapat bahwa di era globalisasi pasar tradisional telah menjadi korban dari kompetisi sengit antara sesama pasar modern, baik lokal maupun asing. Pasar tradisional kehilangan pelanggan akibat praktik usaha yang dilakukan oleh supermarket.

Kondisi Pasar Tradisional di Indonesia

Masalah infrastruktur yang hingga kini masih menjadi masalah serius di pasar tradisional adalah bangunan dua lantai yang kurang populer di kalangan pembeli, kebersihan dan tempat pembuangan sampah yang kurang terpelihara, kurangnya lahan parkir, dan buruknya sirkulasi udara. Belum lagi ditambah semakin menjamurnya PKL yang otomatis merugikan pedagang yang berjualan di dalam lingkungan pasar yang harus membayar penuh sewa dan retribusi. PKL menjual barang dagangan yang hampir sama dengan seluruh produk yang dijual di dalam pasar. Hanya daging segar saja yang tidak dijual oleh PKL. Dengan demikian, kebanyakan pembeli tidak perlu masuk ke dalam pasar untuk berbelanja karena mereka bisa membeli dari PKL di luar pasar.

Kondisi pasar tradisional pada umumnya memprihatinkan. Banyak pasar tradisional di Jabodetabek yang tidak terawat sehingga dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh pasar modern kini pasar tradisional terancam oleh keberadaan pasar modern. Di Jakarta saja berdasarkan catatan PD Pasar Jaya, dari total 151 pasar, hanya 27 pasar yang aspek fisik bangunannya masih baik. Sisanya, 111 pasar dalam kondisi fisik bangunan rusak sedang atau berat dan hanya 13 pasar mengalami rusak ringan. Kepala APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) cabang Jakarta, Hasan Basri, mengatakan bahwa 151 pasar tradisional di Jakarta terancam oleh keberadaan supermarket, sembilan di antaranya sudah tutup.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang baik, terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan (collateral) yang tidak mencukupi, tidak adanya skala ekonomi (economies of scale), tidak ada jalinan kerja sama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan, dan ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen (Wiboonpongse dan Sriboonchitta 2006).

Dampak Pasar Modern terhadap Pasar Tradisional

Ditemukan bahwa supermarket berdampak terhadap kinerja usaha pedagang di pasar tradisional. Para pedagang tradisional di dalam pasar mengeluhkan keberadaan pasar modern, khususnya hipermarket di sekitar mereka, yang memengaruhi keuntungan mereka. Hasil analisis kuantitatif memperlihatkan adanya dampak yang berbeda dari keberadaan supermarket terhadap beberapa aspek dari kinerja usaha pedagang di pasar tradisional yang diukur melalui variabel omzet, keuntungan, dan jumlah pegawai.

Temuan dari metode kualitatif menunjukkan bahwa penyebab utama kalah bersaingnya pasar tradisional dengan supermarket adalah lemahnya manajemen dan buruknya infrastruktur pasar tradisional, bukan semata-mata karena keberadaan supermarket. Supermarket sebenarnya mengambil keuntungan dari kondisi buruk yang ada di pasar tradisional. Pedagang, kepala pasar, dan semua pemangku kepentingan di pasar tradisional mengatakan bahwa langkah utama yang harus dilakukan untuk menjaga keberlangsungan pasar tradisional adalah dengan memperbaiki sarana dan prasarana pasar tradisional, mengatasi masalah PKL di sekitar pasar, dan memperbaiki sistem manajemen, baik di dinas perpasaran maupun di pasar tradisional itu sendiri.

Meskipun dengan kondisi yang tidak menguntungkan, tetap ditemukan adanya pasar tradisional yang mampu bertahan karena dikelola dengan baik dan memperhatikan seluruh aspek seperti kebersihan, kenyamanan, dan keamanan dalam berbelanja. Kelebihan pasar tradisional adalah kekhasannya yang tidak dimiliki oleh pasar modern, seperti jual-beli dengan tawar-menawar harga dan suasana yang memungkinkan penjual dan pembeli menjalin kedekatan.

Contoh dari sebuah pasar tradisional yang mampu bertahan meski dikelilingi oleh sedikitnya lima peritel modern besar ditemukan di kawasan perumahan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang. Sejak dibuka pada Juli 2004, pasar tersebut hingga kini tetap ramai dikunjungi para pelanggan setianya (Kompas 2006). Pasar ini juga telah mendapat penghargaan dari APPSI dan menjadi salah satu pasar percontohan untuk pasar-pasar tradisional lainnya.

Lemahnya Regulasi Pasar Ritel

Keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:53/M-DAG/PER/12/2008 memberi sedikit angin segar bagi pasar tradisional bahwa pemerintah pusat akan mengatur pertumbuhan pasar modern di perkotaan. Selama ini, pada tingkat nasional peraturan yang mengatur pasar tradisional hanya dalam bentuk Surat Keputusan Menperindag yang dikeluarkan pada 13 Oktober 1997. Surat keputusan (SK) ini menjadi pedoman penataan dan pembinaan pasar dan pertokoan, dan bertujuan untuk memproteksi pedagang kecil dan menengah dari peritel besar. Seiring dengan undang-undang tentang otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas pada daerah, maka peraturan daerah yang dikeluarkan lebih mempunyai kekuatan hukum daripada SK Menperindag tersebut.

Pada tingkat daerah, hanya DKI Jakarta yang mempunyai peraturan daerah yang secara spesifik dan komprehensif mengatur pasar modern. Kota Bandung dan Kota Depok telah menerbitkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan pasar tradisional, namun peraturan daerah yang khusus mengatur masalah yang berkaitan dengan pasar modern hingga kini belum terbentuk. Masalah lainnya adalah dari segi penegakan hukumnya. Sebagai contoh untuk DKI Jakarta, walaupun perda yang mengatur masalah ini sudah ada, namun dalam praktiknya penegakan hukumnya masih lemah.

Perlunya pasar tradisional dipertahankan

Berbagai alas an dikemukakan untuk mempertahankan pasar tradisional diantaranya. Pertama, tentu saja pedagang tradisional menjamin tidak akan melakukan capital outflow.

Kedua, sebagaimana kita ketahui tingkat pengangguran menjadi momok menakutkan ekonomi kita. Dari 4,9 persen pada tahun 1996 naik menjadi 6,1 persen di tahun 2000, dan kemudian membengkak menjadi 27,5% di tahun 2004. Tingginya angka pengangguran di masa krisis ekonomi telah membalikkan bandul kekuatan ekonomi rakyat dari sektor formal ke informal. Pangsa pekerja sektor formal berkurang menjadi 35,1%. Peran sektor informal menjadi terasa penting dalam periode krisis ekonomi. Sektor informal yang diwakili oleh usaha kecil dan menengah (UKM) kendati sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan dalam ekspor non-migas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi 99,6 persen dalam penyerapan tenaga kerja. Dan secara relatip memiliki daya dukung dalam mengurangi pengangguran sekaligus kemiskinan. Sektor informal tersebut berhulu sekaligus bermuara di pasar tradisional. Dengan demikian wajar bila dikatakan pasar tradisional merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional.

Ketiga, di pasar tradisional terlibat jutaan pedagang, pemasok, pembeli kulakan, dan penyedia jasa lainnya. Eksistensi pasar tradisional didukung secara padat karya beserta keragamannya. Berubahnya karakter pasar, dari tradisional ke modern, berpotensi untuk menciptakan pengangguran dan kemiskinan baru. Karena berapa juta orang terlibat dalam jaringan pasar tradisional akan kehilangan mata pencahariannya bila pasar tradisional hancur. Kehancuran pasar tradisional akan menyebabkan ratusan juta jiwa penduduk Indonesia terancam kehilangan penghidupannya dan jatuh dalam kemiskinan absolut. Saat ini secara nasional ada 13.650 pasar tradisional, melibatkan 12,6 juta pedagang di dalamnya. Bila rata-rata pedagang punya 1 pegawai dengan masing-masing 3 anggota keluarga, 75,6 juta jiwa rakyat Indonesia akan masuk dalam jurang kemiskinan. Dari jumlah itu diantaranya 30 juta jiwa rakyat Jabar, dan 1,2 juta jiwa rakyat kota Bandung.

Displacement tenaga kerja dalam jangka pendek akan menyebabkan masalah serius atau setidak-tidaknya stagnasi di tingkatan akar rumput. Kekenyalan ekonomi akar rumput memang telah teruji, mereka serta merta akan mencari keseimbangan baru, namun senyatanya dalam konteks kewirausahaan telah terjadi degradasi. Karena posisi pemilik kios akan berubah menjadi pekerja atau menjadi pedagang kaki lima. Kemandirian dan pacuan etos profesionalisme sektor ekonomi kerakyatan, lewat pasar tradisional, patut diyakini bisa mereduksi kemiskinan dan pengangguran di masa depan.

KESIMPULAN

Keunggulan pasar modern atas pasar tradisional adalah bahwa mereka dapat menjual produk yang relatif sama dengan harga yang lebih murah, ditambah dengan kenyamanan berbelanja dan beragam pilihan cara pembayaran. Supermarket dan hipermarket juga menjalin kerja sama dengan pemasok besar dan biasanya untuk jangka waktu yang cukup lama. Hal ini yang menyebabkan mereka dapat melakukan efisiensi dengan memanfaatkan skala ekonomi yang besar.

Masalah infrastruktur yang hingga kini masih menjadi masalah serius di pasar tradisional adalah bangunan dua lantai yang kurang populer di kalangan pembeli, kebersihan dan tempat pembuangan sampah yang kurang terpelihara, kurangnya lahan parkir, dan buruknya sirkulasi udara. Belum lagi ditambah semakin menjamurnya PKL yang otomatis merugikan pedagang yang berjualan di dalam lingkungan pasar yang harus membayar penuh sewa dan retribusi. PKL menjual barang dagangan yang hampir sama dengan seluruh produk yang dijual di dalam pasar. Hanya daging segar saja yang tidak dijual oleh PKL. Dengan demikian, kebanyakan pembeli tidak perlu masuk ke dalam pasar untuk berbelanja karena mereka bisa membeli dari PKL di luar pasar.

Berbagai masalah yang ada pada pasar tradisional sendiri membuat pasar tradisional kalah bersaing dimata konsumen oleh pasar modern. Perlu dilakukan pembenahan menyeluruh pada pasar tradisional agar membuat pasar tradisional mampu bersaing dengan pasar modern.

Tidak ada komentar: